Interdependensi Antara Seni Tari Dan Musik Iringannya : Sebuah Studi Analisis

Pendahuluan

Bila diperhatikan dengan seksama, dari topik di atas dapat disimpulkan bahwa karya seni tari maupun musik sebagai iringannya memiliki sifat saling ketergantungan dengan kata lain saling membutuhkan. Hubungan antara seni tari dengan seni musik iringannya sangatlah erat. Meskipun sesungguhnya musik mampu berdiri sendiri sebagai sebuah karya seni, namun dalam konteksnya sebagai iringan tari, musik tidak bisa lepas dari tari yang diiringinya. Secara umum masyarakat sudah tahu bahwa pasangan dari seni tari adalah musik sebagai iringannya. Keduanya merupakan pasangan yang tidak bisa dipisahkan. Antara seni tari dan seni musik sebagai iringannya pada kenyataannya berasal dari sumber yang sama yakni dorongan atau naluri ritmis manusia. Seni tari menggunakan media utama gerak, suasananya tidak bisa hidup dan tidak bermakna tanpa hadirnya musik sebagai iringannya.

Ritme yang digunakan sebagai pijakan hitungan tari ditunjukkan melalui iringannya, sehingga unsur wirama sebagai salah satu persyaratan dalam tari dapat diwujudkan. Unsur wirama pada seni tari akan dikorelasikan dengan musik iringannya. Struktur musik menjadi dasar hitungan tari kaitannya dengan penggalan kalimat gerak sehingga sebuah kalimat gerak akan dapat terbaca melalui penerapan iringannya. Ragam gerak tari membutuhkan pola musik sebagai penekanan gerak. Begitu juga pembentukan suasana juga sangat membutuhkan iringan sebagai pendukung alur cerita (atmosfir dibentuk dengan media seperangkat alat musik dan suara manusia).

Rangsang ide iringan tari biasanya diperoleh dari diri penari (rangsang internal). Seiring perkembangan saat ini, seringkali musik iringan tari lebih bersifat eksternal atau iringan tari yang dilakukan oleh orang lain sebagai pengiringnya.
Seni musik adalah salah satu cabang seni yang bentuk penyajiannya mempergunakan nada atau suara baik yang berasal dari alat musik (instrumen) maupun suara manusia (vokal).1 Seni musik dibedakan menjadi dua yaitu seni musik bertangga nada diatonis dan pentatonis. Musik diatonis adalah musik yang mempergunakan 7 buah nada dalam satu oktaf. Contohnya adalah musik pop, menggunakan nada 1, 2 3, 4, 5, 6, 7 (do, re, mi, fa, sol, la, si). Sedang musik pentatonis adalah musik yang menggunakan 5 nada dalam satu oktafnya. Contohnya adalah gamelan Jawa, mempergunakan nada 1, 2, 3, 5, 6 (ji, ro, lu, ma, nem) untuk laras slendro dan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 (ji, ro, lu, pat, ma, nem, pi) untuk laras pelog.

Tari, hampir tak pernah lepas dari musik. Bahkan, dalam dunia tari tradisional, para penari ataupun koreografer adalah pemusik. Dikotomi (pemisahan) antara seni music dan seni tari memang berasal dari kategori disiplin akademis formal seni (fine arts) Eropa Barat, yang berbeda situasinya dengan kehidupan masyarakat umum termasuk benua Eropa sendiri.

Beberapa nama tarian tradisional sama dengan nama musiknya. Oleh karena itu mungkin istilah musik pengiring itu tidak terlalu cocok pula untuk dipakai secara harafiah, karena belum tentu tarian dahulu yang dibuat kemudian baru dicari musik sebagai pengiringnya. Di dalam banyak kasus, tarian biasa juga disusun atas musik yang sudah ada.

Hubungan antara seni tari baik tari modern maupun tradisi dengan musik pengiringnya dapat terjadi pada aspek-aspek antara lain bentuk, gaya, ritme, suasana atau perpaduan dari aspek-aspek itu. Agar dapat dicapai kesatuan yang utuh antara tari dengan musik pengiringnya, penata tari hendaknya memahami penerapan elemen-elemen musik seperti ritme, melodi, harmoni, dan bentuk sesuai dengan tari yang digarap. Sebaliknya, penata iringan tari harus pula memiliki kepekaan terhadap gerak secara kinestetik (kandungan rasa gerak). Di samping sebagai sarana ekspresi, tari juga dapat membangkitkan rangsangan gerak pada manusia.

Seni tari memiliki pendukung yang sangat menentukan di dalam pembentukan sebuah pertunjukan yakni iringan yang berupa karya musik. Aspek penting dalam tari seperti ritme, tempo, dinamika dan suasana ditentukan oleh kehadiran musik yang menjadikan sinergi bagi tari. Untuk menyusun sebuah tarian, perlu dipertimbangkan seberapa cepat lambatnya gerakan, kuat lemahnya, arah serta tinggi rendahnya posisi badan penari. Begitu juga pada garapan musik iringannya perlu juga memperhatikan keras lembut, cepat lambat maupun kuat lemahnya musik sebagai pendukung suasana, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti adegan tari yang justeru “terinjak” kekuatan musik iringannya.

Secara umum berbagai jenis tari, bentuk dan nafasnya dapat diiringi dengan menggunakan berbagai macam musik yang sejenis pula. Iringan tari sebagian besar pengungkapannya ditujukan untuk kepentingan tari, sehingga bobot musikalitasnya dalam konteks estetika musik seringkali kurang diperhatikan (mengalah). Kontribusi iringan terhadap aspek suasana lebih ditekankan pada karakteristik jenis musik, jenis lagu dan ritme.

Beberapa aspek yang signifikan, misalnya: jenis musik, jenis lagu, dan ritme sangat diperlukan dalam pembangunan struktur dramatik sebuah penyajian tari. Suasana adegan gembira, sedih, keagungan, ketenangan, ketegangan dan sebagainya akan terbentuk dengan dukungan unsur-unsur musikalitasnya. Penggarapan musikalitasnya tidak hanya berpijak pada garap instrumentasinya saja atau sajian garapan alat musik saja, tetapi bisa disajikan dalam bentuk perpaduan vokal dan instrumental atau bahkan hanya berupa garapan vokal saja (acapela).

Menurut Soedarsono (1972) setidaknya ada 3 fungsi tari, yaitu: sebagai media upacara, media hiburan dan media pertunjukan.2 Sedang seni musik memiliki fungsi antara lain sebagai media hiburan, mata pencaharian, upacara ritual keagamaan, terapi, penghormatan, pendidikan, iringan, dan media propaganda. Sebenarnya, pada perkembangannya seni tari pun memiliki fungsi yang bermacam-macam seperti seni musik.

Sejak jaman dulu kala manusia mempergunakan suaranya untuk menyatakan perasaan gembira, asmara, marah, takut dan sebagainya. Semua ini merupakan awal mula iringan tarian orang-orang primitif sebagai cara mengungkapkan dan menguatkan ekspresi emosional manusia pada saat itu(Murgiyanto, 1983: 43). Seiring perjalanan waktu manusia mulai sadar bahwa di samping sebagai alat pengungkap isi hati, suara dapat membangkitkan dan merangsang manusia untuk bergerak (stimulus). Lebih lanjut Murgiyanto (1983) menyatakan bahwa gerakan tersebut antara lain tepukan tangan ke tubuh, hentakan kaki ke tanah, papan dari kayu atau lantai, dan bunyi-bunyi yang lain yang timbul karena pakaian atau perhiasan yang dikenakannya. Contohnya adalah tepukan telapak tangan ke tubuh pada tari saman dan tari seudati dari Aceh, gemerincingnya gelang-gelang logam yang dikenakan para penari balian dari pedalaman Kalimantan, hentakan kaki para penari hudoq di pedalaman Kalimantan, gemerincing gongseng penari beskalan dari Malang Jawa Timur, jentikan-jentikan kuku logam para penari gending Sriwijaya dari Sumatera Selatan, dentingan-dentingan cincin logam pada piring-piring tempat lilin pada tari lilin dari Padang Sumatera Barat. Bunyian sebagai iringan dalam tarian seperti ini disebut iringan internal. Contoh lain adalah paduan suara yang ekspresif dari para penari cak dari Bali dan penari-penari India dengan gemerincing kerincing logam yang dikenakannya. Selanjutnya, seiring perkembangan pola pikir dan kepekaan terhadap rasa estetis orang menjadi sadar bahwa tatanan bunyi dapat pula dihasilkan oleh benda-benda atau alat-alat dari luar tubuhnya.

Kini musik berkembang dengan wujud yang beraneka ragam dan mengalami banyak penyempurnaan. Semakin berkembangnya melodi dan harmoni, maka terwujudlah berbagai bentuk orkestrasi musik yang lebih lengkap. Dipergunakannya peralatan disertai pengembangan melodi serta harmoni yang makin bervariasi memberikan manfaat sehingga keberadaan musik mampu bertahan hingga kini. Seiring perjalanan waktu, bahasa, teriakan dan bentakan, berubah menjadi kata-kata kemudian berkembang menjadi syair lagu dan puisi yang dilakukan sambil menari.

Musik iringan tari yang tidak dilakukan sendiri oleh penari tetapi oleh orang lain, baik dalam bentuk kata-kata, nyanyian maupun dengan orkestrasi musik yang lebih lengkap disebut iringan eksternal atau iringan luar artinya iringan tari yang dilakukan oleh orang lain. Iringan tari sebaiknya dipilih untuk menunjang tarian yang diiringinya, baik secara emosional maupun ritmis. Banyak cara yang dapat dipakai untuk mengiringi sebuah tarian akan tetapi harus dilandasi oleh kesamaan pandangan antara penata iringan (komposer) dan penata tari (koreografer).

Kenyataan di lapangan seni tari juga mewujudkan ide-idenya dengan pertimbangan waktu, oleh karenanya pada jaman modern seperti saat ini tempo dan ritme bukanlah milik dunia musik saja. Seni tari dan seni musik sesungguhnya memiliki dasar pijakan yang sama. Oleh karena adanya dorongan dinamika, struktur ritmis, kekuatan melodi serta harmoni nada, maka dorongan tersebut menyebabkan seni musik manjadi pasangan seni tari sepanjang masa.

Keterkaitan seni tari dengan musik banyak dinyatakan oleh para pakar seni, antara lain Soerjadiningrat (1934) dalam bukunya Babad lan Mekaring Djoged Djawi sebagai berikut:
Ingkang dipoen wastani djoged inggih poenika ebahing sadaja sarandoening badan, kasarengan oengeling gangsa, katata pikantoek wiramaning gendhing, djoemboehing pasemon kalajan pikadjenging djoged.3

Kurang lebih arti kalimat di atas adalah yang dimaksud dengan tari yakni gerakan seluruh anggota badan yang selaras dengan bunyi musik gamelan, diatur sesuai dengan irama lagu, cocok dengan penjiwaan dan sesuai dengan maksud tari yang dibawakan.

Sinyalemen tersebut memperjelas bahwa tari Jawa selalu berhubungan erat dengan gending pengiringnya. Di samping karawitan sebagai pembentuk suasana dalam tari, dapat pula merupakan dasar hitungan tari dengan pola-pola ritme yang diungkapkan, sehingga di dalamnya akan terdapat irama yang akan terkait dengan irama gerak. Hal ini seiring dengan pendapat Phoenix (1981) bahwa untuk kebutuhan tari, maka bantuan hubungan yang telah ada sejak zaman dahulu adalah dengan musik, dan telah cukup dimengerti bahwa pada umumnya tari diiringi musik.4

Tampaknya pemahaman mengenai hal ini membutuhkan pencermatan lebih lanjut. Pengertian tari menurut Soedarsono seorang pengamat sekaligus pakar tari bahwa tari adalah ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan dengan gerak-gerak ritmis yang indah.5 Definisi tersebut seolah-olah merupakan penyempurnaan dari pendapat pakar-pakar seni lainnya. Soedarsono memandang bahwa seni tari adalah ekspresi dan elemen dasar dari seni tari adalah gerak dan ritme. Maksudnya adalah kalau diamati dengan seksama sebenarnya di dalam sekian macam elemen pendukung perwujudan seni tari yang utama adalah gerak dan ritme. Jadi yang dipahami dari kehadiran tari itu adalah tubuh penarinya sebagai media pengungkapan ekspresi. Pemahaman ini ditegaskan lebih lanjut oleh Kussudiardja (1978) yang didasari oleh wawasan kesenirupaan yang kental, yaitu sebagai berikut, tari adalah keindahan bentuk dari anggota badan manusia yang bergerak, berirama dan berjiwa yang harmonis.6

Lebih jelas Soedarso (1990) menggarisbawahi bahwa dalam hal medium ekspresinya seni tari dan seni rupa memang berlainan. Kalau ramuan pokok seni rupa adalah bentuk dan ruang, maka seni tari muncul dalam gerak yang bergandengan dengan waktu.7 Bertolak dari pengertian-pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa tari muncul berdasarkan atas beberapa motivasi antara lain faktor emosional, yakni kehendak pikiran dan perasaan atau kehendak hati yang tumbuh dari getaran batin yang amat kuat sehingga dapat memerintah seluruh organ-organ tubuh untuk bergerak. Dorongan semacam itu juga dirasakan pemusik pengiring tari. Kadangkala irama musik yang energik dipergunakan untuk menanggapi gerak emosional. Hentakan-hentakan kaki senantiasa dibarengi oleh degupan instrumen kendang. Tubuh yang meliuk-liuk dan bergoyang asyik juga seirama dengan musik yang meliuk-liuk pula. Perhatikan gerak tari irama musik dangdut.

Tari pergaulan di beberapa wilayah di Indonesia, misalnya: ketuk tilu dari Jawa Barat yang sekarang lebih dikenal dengan sebutan jaipongan, di Bali terkenal dengan joged bumbung, di Banyuwangi didapatkan tari gandrung dan tari tayub di Jawa Tengah, Yogyakarta dan Jawa Timur. Semua repertoar ini tidak lepas dari musik iringan baik secara langsung (live show) maupun dengan menggunakan musik rekaman. Sebagian besar masyarakat modern pada saat ini sudah enggan menghadiri acara pesta tradisional tersebut dan lebih senang dengan tari pergaulan dari barat, misalnya: chacha, salsa, waltz, rhumba, foxtrot dan sebagainya di ballroom dance dengan iringan musik orkestra yang modern.

Sedyawati (1981) dalam bukunya Seni Pertunjukan Indonesia menjelaskan sejarah tari berdasarkan data utama relief bangunan suci Jawa Tengah yaitu Borobudur, Prambanan dan Sewu. Alat musik yang terdapat pada adegan tarian tersebut berfungsi sebagai penekanan irama/ritme dan melodi. Alat musik yang ada seperti kendang susun tiga, cymbal, kendang silinder, tongkat gesek dan alat musik tiup. Ini membuktikan bahwa sebenarnya antara seni tari dan seni musik ada kaitan yang erat dan saling membutuhkan.8

Relief di atas menunjukkan adegan penari dan pemusik dengan instrumen musiknya (tanda panah). Bagian tengah panil memperlihatkan seorang penari wanita berdiri di atas suatu tempat yang agak tinggi (batur) dan di kiri penari berdiri seorang laki-laki berjenggot yang bertepuk tangan. Anggota badan manusia sebagai sumber bunyi (tepuk tangan), instrumen musik dengan jumlah yang minim, dan pose bentuk tubuh manusia pada saat melakukan tarian secara sekilas memberikan informasi keterkaitan antara tari dan musik sebagai pengiringnya. Kreativitas manusia pada proses perkembangan budaya saat itu menunjukkan tingkatan kemampuan dalam berolah seni, meskipun bentuk gerakannya jauh berbeda bila dibandingkan dengan gerakan tari pada saat ini. Demikian juga dengan jumlah instrumen musik yang tidak sebanyak seperti saat ini dan jenis instrumennya pun masih sangat sederhana.

Interdependensi Antara Seni Tari Dengan Musik Iringannya
Gamelan Jawa merupakan seperangkat alat musik yang menjadi salah satu objek penting dalam lingkup pembicaraan musik iringan tari di antara ribuan alat musik lain yang terdapat di dunia. Ketertarikan para sarjana menjadikan gamelan sebagai objek penelitian disebabkan oleh beberapa aspek keistimewaan yang terdapat di dalamnya. Beberapa keistimewaan gamelan Jawa terdapat pada aspek audio dan visualnya. Keistimewaan pada aspek audio meliputi: warna bunyi (tone colour), laras (scale system), embat (interval), dan pelayangan (sound wave), sedangkan keistimewaan pada aspek visualnya meliputi: bentuk, konstruksi, keindahan material yang dipakai, dan ornamennya. Negara yang sudah maju dan mempunyai peluang untuk mempelajari musik dunia, misalnya: Amerika Serikat, Kanada, Jepang, Eropa, Australia, dan beberapa negara lainnya telah menjadikan gamelan Jawa sebagai lambang status pada beberapa universitasnya.

Sebagian besar merupakan alat musik yang dikategorikan sebagai metallophone dari perunggu, tetapi di dalamnya juga terdapat alat musik dari kategori lainnya, yaitu: chordophone (rebab, siter, celempung), xylophone (gambang), aerophone (suling) dan membranophone (kendang). Lebih spesifik merupakan seperangkat alat musik dengan laras tertentu (slendro atau pelog). Berdasarkan fungsi pada instrumentasinya dibagi menjadi dua, yaitu: (1) instrumen yang bertugas untuk membawakan lagu (pamurba lagu), dan (2) instrumen yang bertugas untuk mengatur irama (pamurba wirama).9
Secara umum antara seni tari dengan seni musik memiliki hubungan yang sangat erat dalam upaya membangun daya hidup tari, dinamika dan penyuasanaan. Hidajat (2006) menyatakan musik dalam koreografi tari bersifat fungsional dan setidaknya memiliki 3 fungsi, antara lain: musik berfungsi sebagai iringan gerak, musik berfungsi sebagai penegasan gerak dan musik berfungsi sebagai ilustrasi gerak tari.

1. Musik Sebagai Pengiring Gerak :
Musik berfungsi memberikan dasar irama pada gerak, ibaratnya musik sebagai rel untuk tempat bertumpunya rangkaian gerakan. Kehadiran musik hanya dipentingkan untuk memberikan kesesuaian irama musik terhadap irama gerak. Pertimbangan secara umum pemilihan musik sebagai iringan selain kesesuaian irama dengan gerak adalah mampu mengungkapkan karakteristik. Musik sebagai iringan tari (bunyi instrumen) juga dapat terpisah dari gerakan penari, sebab gerakan tubuh penari juga dapat mengeluarkan sumber bunyi tertentu seperti tepukan tangan, tepukan badan, depakan kaki, teriakan atau instrumen tertentu yang dipegang atau diikatkan pada anggota badan penari.

2. Musik Sebagai Penegas Gerak:
Musik sebagai penegas gerak memiliki karakteristik yang mirip dengan musik sebagai iringan tetapi lebih bersifat teknis terhadap gerakan, artinya, musik tertentu berfungsi sebagai penumpu gerak dan musik yang lain memberi tekanan terhadap gerakan sehingga gerakan tangan, kaki atau bagian yang lain memiliki rasa musikalitas yang mantap. Musik sebagai penegas gerak ini umumnya digunakan untuk koreografi yang memiliki rasa ritmis yang menonjol seperti karya koreografi yang dikembangkan dari gerakan pencak silat.

Gerak tari sangat membutuhkan peran musik seperti gamelan Jawa dalam upaya pencapaian dramatisasi. Esensi instrumen kendang dalam tari tradisional Jawa misalnya, dalam iringan tari, instrumen ini memiliki peran penting sebagai pembawa rasa seni karawitan ketika dijadikan partner tari. Biasanya dalam prakteknya kendang didampingi keprak yakni alat bunyi-bunyian dari kayu. Karawitan tari belum dapat bermanfaat secara optimal tanpa adanya kendang, terutama bagi gerakan yang membutuhkan tekanan. Kendang sebagai pamurba irama atau pemimpin jalannya irama sebuah garapan musik juga dapat menjadi mediator keseimbangan antara tari dengan karawitan.10

Berikut ini adalah sebuah contoh pola kendang ladrang Sabrangan yang digunakan untuk gerak kapang-kapang pada tari putri gaya Yogyakarta dengan menggunakan gamelan Jawa lengkap dan biasanya ada tambahan tambur serta alat musik tiup yaitu trombone:
t p t p p b k t p
kt t t p b k t p b
p b . t p p b t p
. p b p b t p t p

Keterangan simbol:
– t adalah bunyi tak pada kendang
– k adalah bunyi ket pada kendang
– p adalah bunyi tung pada kendang
– b adalah bunyi dang pada kendang
Kapang-kapang adalah gerakan penari putri berjalan menuju arena pentas seperti pendapa dan sebaliknya. Tempo iringannya adalah largo con bravura atau lambat khidmat namun semangat.11

3. Musik Sebagai Ilustrasi:

Musik difungsikan untuk memberikan suasana koreografi sehingga peristiwa yang digambarkan mampu terbangun dalam persepsi penonton. Musik sebagai ilustrasi sangat diperlukan untuk membangun suasana. Adegan-adegan yang dibangun membutuhkan dukungan penyuasanaan, baik untuk menggambarkan lingkungan tertentu atau mengungkapkan suasana hati. Penggambaran ilustratif tersebut salah satu contohnya dapat diekspresikan melalui tembang-tembang Jawa. Misalnya pada adegan bersuasana tenang dilantunkan tembang macapat asmaradana sebagai ilustrasi musiknya.

Tembang macapat dalam tradisi karawitan Jawa memiliki arti puisi dalam bahasa Jawa yang terikat pada pola persajakan dan mengandung unsur titi laras atau nada. Jenis tembang macapat antara lain: mijil, kinanthi, sinom, asmaradana, dhandhanggula, gambuh, pangkur, durma, maskumambang, megatruh, pocung.12

Berikut adalah satu contoh tembang macapat asmaradana dalam laras pelog pathet barang yang bisa dipergunakan sebagai ilustrasi iringan tari adegan orang tua yang sedang menasehati anaknya :

7 2 2 2 2 2 2 2
Aja turu sore kaki

2 2 2 3 2 7 6 7
Ana dewa nganglang jagad

6 5 3 7 6 5 7 65
Nyangking bokor kencana-ne

2 3 5 6 5 6 7 65
Isine donga tetu-lak

5 3 2 3 4 3 2 3
Sandhang kalawan pa-ngan

23 3 3 3 3 3 3 23
Ya iku bageyanipun

3 5 6 6 7 5 65 32
Wong melek sabar na-ri-ma

Arti singkat syair di atas kurang lebih adalah jangan tidur sore anakku, ada malaikat melanglang buana, membawa bokor emas yang berisi doa keselamatan, pakaian dan makanan, itulah rejeki bagi orang yang mau tirakat dan sabar hatinya.
Di samping alasan-alasan lain sebuah musik iringan tari dipilih juga karena pertimbangan waktu yaitu ritme dan tempo. Pilihan ini dilakukan karena struktur metrik musik yang nantinya akan memperkuat metrik tariannya. Lewat struktur ritmisnya musik membimbing terwujudnya struktur ritmis respons gerak. Di samping itu melalui penggunaan tempo dan intensitas, musik dapat pula mengendalikan kualitas, jangkauan dan intensitas gerak. Musik atau iringan tari juga dapat mensugestikan atau mengekspresikan gerakan yang mengalir atau tersendat-sendat, gerakan maju atau mundur, kuat atau lemah, semangat, serius bahkan bermain-main atau bercanda.

Dukungan musik yang mampu menguatkan kualitas gerak yang secara tepat mengikuti pola-pola ritme gerakan penari biasanya sangat dibutuhkan para penata tari. Perjalanan melodi dan harmoni yang ditimbulkan oleh instrumen musik mengandung muatan emosional yang siap menunjang dan mengiringi unsur-unsur ritmis gerak sehingga terciptalah suasana rasa sebuah tarian. Elemen musik seperti ritme, tempo dan tekanan berfungsi sebagai sarana umpan balik dengan gerak tari dan juga untuk mengatur keseimbangan irama musik dengan irama tari.
Irama merupakan faktor utama bagi sebuah sajian tari. Trustho, menegaskan bahwa seorang penari sebaiknya nggendhing.13 Istilah nggendhing berasal dari kata dasar gendhing. Gendhing adalah sebutan untuk sebuah komposisi lagu pada dunia seni musik karawitan. Jadi maksud dari kalimat seorang penari harus nggendhing adalah bahwa seorang penari harus memiliki rasa musikal sehingga mampu memahami dan mengikuti jalannya tempo irama musik iringannya. Dalam hal ini Soedarsono juga menyatakan demikian,

“…meskipun pada masa lalu seorang penari gaya Yogyakarta tidak harus bisa menabuh gamelan, tetapi harus mengerti struktur dari lagu-lagu atau gending yang biasa dipergunakan untuk mengiringi tari. Ia harus tahu perbedaan antara gending yang berbentuk lancaran, ketawang, ladrang playon, dan sebagainya. Struktur gending yang diperjelas oleh instrumen-instrumen kolotomik seperti kethuk, kenong, kempul dan gong harus dipahami betul-betul. Pola permainan kendang harus dikenal sungguh-sungguh, sebab pola permainan kendang memiliki struktur irama yang sama dengan irama gerak tari”.14

Karawitan berkembang seperti sekarang ini karena ada kontribusi dari tari contohnya adalah dalam perangkat gamelan Jawa, pada mulanya garap gending hanya menggunakan sebuah kendang ageng dan penunthung/ketipung saja yang memiliki karakter agung dan tenang, selanjutnya hadirlah kendang ciblon atau batangan yang memiliki karakter lincah serta dinamis untuk memenuhi kebutuhan iringan tari. Kebutuhan akan suasana dan dinamika pergelaran tari ternyata tidak tercapai hanya dengan menggunakan kendang ageng dan ketipung yang biasa disebut penunthung, sehingga dibuatlah kendang ciblon sebagai pendukung suasana sekaligus dinamikanya.

Salah satu contoh, tradisi lisan yang pada saat ini cukup luas penyebarannya di antara para pengemban seni tari Jawa tentang tari gambyong memberikan informasi, bahwa gambyong adalah diambil dari nama seorang waranggana yang terampil menari dan tariannya amat indah serta lincah. Nama lengkapnya adalah Mas Ajeng Gambyong, sedangkan nama asli tariannya adalah tari glondrong. Oleh karena kepopulerannya saat itu orang menyebut tariannya menjadi tari gambyong dan itu bertahan hingga saat ini.

Terbentuknya pola kendangan ciblon pada garap karawitan Jawa akhir abad ke 19 merupakan bukti kontribusi tari gambyong terhadap garap gending karawitan. Pada masa pemerintahan Paku Buwana X di Surakarta sering mengadakan pesta kerajaan dan mengundang grup-grup tayub di sekitar Surakarta seperti Sukoharja, Klaten, Wonogiri, Sragen, Blora dan Cepu untuk menunjukkan kebolehannya di dalam beteng kraton Kasunanan. Oleh karena pertunjukan ini menarik, maka Paku Buwana X menghendaki adanya penambahan instrumen kendang ciblon dalam perangkat gamelan Jawa yang sebelumnya belum ada.15

Penciptaan iringan tari dan kreativitas penciptaan tari seperti tari lepas, bedhaya, wayang wong (wayang orang), sendratari berpengaruh terhadap musik, maksudnya adalah berpengaruh dengan bertambahnya koleksi gendhing iringannya. Begitu juga dalam pemberian nama sebuah gending atau tarian. Sering terjadi keterkaitan antara judul tari dengan nama gending iringannya. Contohnya adalah gendhing klapa endhek untuk mengiringi tari beskalan, gendhing ladrang ayun-ayun untuk mengiringi beksan golek ayun-ayun, gendhing pangkur untuk mengiringi gambyong pangkur, gendhing pandhilori untuk mengiringi beksan srimpi pandhilori, beksan pudyastuti diiringi gendhing pudyastuti (mugi rahayu) dan sebagainya.

Pengolahan Musik Dalam Iringan Tari

Adakalanya musik tari dipilih berdasarkan kesesuaian suasana keseluruhan atau karena sifat musik itu selaras dengan tarian yang akan diiringinya. Penilaian suasana semacam ini memang sangat subjektif sifatnya, sebab pembawaan dan hakikat musik adalah abstrak. Dengan demikian, sesungguhnya setiap karya musik tidak menuntut respon yang sama dari setiap orang. Musik sebagai pencipta suasana dapat ditempuh melalui dua cara, yakni memilih musik yang sesuai dengan suasana yang dibutuhkan oleh tarinya atau memilih musik yang berlawanan dengan suasana tarinya. Hal ini dilakukan jika ruang pilih yang berada di antaranya lebih sulit untuk ditangani.

Di dalam tari, misalnya pada adegan konflik kini tidak lagi selalu diiringi dengan musik keras, tetapi diiringi teriakan pemusik yang keras dan saling bersahut-sahutan. Adakalanya sebuah adegan perang secara sengaja tidak diberi iringan musik. Hasilnya merupakan variasi yang segar. Hal yang sama juga telah dilakukan pada tari Bali. Pada saat tertentu penari melakukan gerak tanpa iringan memang akan memperkuat kualitas dinamika gerak. Hal ini akan merangsang penari untuk bergerak dengan kekuatan yang lebih besar dalam usahanya mengisi keheningan iringan. Pusat perhatian penonton pun akan meluas. Setelah musik iringan lenyap untuk sementara waktu, sekaligus memberi kesempatan istirahat bagi telinga para penonton hingga musik hadir kembali dan suasana akan terasa lebih segar. Di samping itu, iringan tari yang sengaja ditata melawan ritme gerak atau suasana tari akan mendorong penari untuk bergerak penuh. Satu hal yang perlu diingat bahwa hal semacam ini sebaiknya dilakukan sebentar atau sekejap saja jangan terlalu berkepanjangan.

Gaya dan bentuk iringan menjadi pertimbangan pula selain ritme dan suasana rasa. Tari tradisional daerah biasanya diiringi oleh musik daerah asal tari itu juga. Oleh karena bentuk dan gayanya berasal dari tradisi yang sama maka musiknya selalu tampak serasi dengan gaya dan bentuk tariannya. Seorang penata musik harus lebih bijaksana apabila meminjam atau menggunakan gaya musik suatu daerah untuk keperluan garapan musiknya. Jika pemilihannya dilakukan dengan tepat akan sangat menunjang tarian yang akan diiringinya.

Kesepahaman Ide Dan Kebersamaan Dalam Proses Berkarya
Seorang penata tari perlu mengetahui dan memahami penerapan elemen-elemen musik, seperti ritme, melodi, harmoni, dan bentuk untuk kesesuaian dengan tari yang digarapnya. Sebaliknya kepekaan terhadap gerak secara kinestetik wajib dimiliki oleh seorang penyusun iringan tari. Soedarso Sp., dalam bukunya Trilogi Seni, Penciptaan, Eksistensi dan Kegunaan Seni menyatakan demikian;

Dalam tahap kolaboratif semua yang akan diajak serta dikumpulkan, diberi penjelasan mengenai apa yang terpikir di hati koreografer, diadakan diskusi seukupnya dan setelah semuanya jelas dan memiliki wawasan yang sama mengenai apa yang akan diciptakan itu, masing-masing lalu menggarap bagiannya, bagaimana gendhing-gendhing iringannya-kalau diiringi dengan gamelan,…dst.16

Melihat kutipan di atas terlihat jelas sebuah upaya rembugan antara penata tari dan penata musik guna mencapai kesepakatan yang terbaik, mengingat karya yang akan ditampilkan adalah karya bersama. Pemberian kebebasan kepada penyusun iringan untuk mewujudkan ide musiknya ada benarnya sesekali dilakukan oleh seorang penata tari. Dalam kaitan ini penata tari cukup menjelaskan ide apa yang dikehendaki sekaligus batasan-batasannya, kemudian garapan musik sepenuhnya diberikan kepada penata iringan. Lebih lanjut Soedarso Sp., menegaskan bahwa:

Karena fitrahnya, yaitu bahwa dalam persiapan seni tari dan seni pertunjukan pada umumnya selalu menyangkut banyak orang, maka walaupun koreografernya–atau dalam kasus ini penggarap utamanya–adalah satu orang, tetapi ia tidak bisa bekerja sendiri. Ia harus berkolaborasi dengan seniman-seniman lain, dengan pemusik, ahli dekorasi, ahli tata rias, dan event organizer. Maka, para seniman seni pertunjukan lebih terbiasa bekerjasama, daripada, misalnya, para pelukis. Dalam persiapan pergelaran tahap kedua yaitu tahap kolaboratif, mereka berdiskusi menyesuaikan persepsi agar mereka itu benar-benar merupakan sebuah tim yang bulat.17

Meski sudah ada kesepakatan antara penata tari dan penyusun iringan, selama proses bersama ini penyesuaian-penyesuaian harus selalu dilakukan, sebab perbedaan interpretasi sering terjadi antara kedua belah pihak. Satu contoh mengenai kecepatan irama misalnya, musik yang terdengar rampak penuh semangat ternyata terlalu cepat untuk diisi gerakan sehingga penari merasa selalu ketinggalan hitungan. Sedini mungkin penyusunan tari dan penyusunan iringan dilakukan secara bersama-sama, ini sangat dianjurkan dengan harapan kedua belah pihak saling memberikan saran dan inspirasi, sekaligus merupakan pertimbangan bersama bagi keduanya dalam usaha mewujudkan sebuah karya garapan baru.

Penutup
Kerjasama yang erat antara seni tari dengan musik iringannya sangat diperlukan untuk membentuk sebuah keharmonisan dalam perjalanan pertunjukannya. Musik berperan sangat penting dalam tugasnya sebagai pengiring terutama dalam memberikan ilustrasi dan mempertegas suasana. Meskipun sesungguhnya musik bisa berdiri sendiri sebagai sebuah karya seni, namun dalam konteksnya sebagai iringan tari, musik tidak bisa lepas dari tari yang diiringinya. Secara umum masyarakat sudah tahu bahwa pasangan dari seni tari adalah musik sebagai iringannya. Keduanya merupakan pasangan yang tidak bisa dipisahkan. Antara seni tari dan seni musik sebagai iringannya pada kenyataannya berasal dari sumber yang sama yakni dorongan atau naluri ritmis manusia. Seni tari menggunakan media utama gerak, suasananya tidak bisa hidup dan tidak bermakna tanpa hadirnya musik sebagai iringannya.

Dalam hubungan timbal balik antara tari dengan iringan sangat diperlukan kesadaran peran bagi kedua belah pihak dalam sebuah pertunjukan. Keduanya merupakan satu kesatuan yang saling mendukung. Susunan gerak tertentu akan berbicara setelah mendapatkan tekanan dari iringan. Di samping itu gerakan tari juga membutuhkan musik sebagai penuntun irama.

Gerak tari juga sangat membutuhkan peran musik dalam upaya pencapaian dramatisasi. Esensi instrumen kendang misalnya, dalam iringan tari tradisi, instrumen ini memiliki peran penting sebagai pembawa rasa seni karawitan ketika dijadikan partner tari. Karawitan tari belum dapat bermanfaat secara optimal tanpa adanya kendang, terutama bagi gerakan yang membutuhkan tekanan. Kendang sebagai pamurba irama atau pemimpin jalannya irama juga dapat menjadi mediator keseimbangan antara tari dengan karawitan.

Instrumen gamelan Jawa sebagai contoh, yang terdiri dari beberapa jenis antara lain instrumen pukul, instrumen petik, instrumen gesek, instrumen tiup dan instrumen kebuk terpadu dalam satu garapan karawitan sangat dibutuhkan dalam pencapaian kenikmatan auditif. Kenikmatan gerak tari Jawa dapat ditemukan pada permainan ritme dengan aksentuasi musik yang indah. Antara musik dengan tari menjadi pasangan dalam penyajian karya seni. Ketergantungan dan saling mengisi antara seni tari dan musik iringannya menjadi penentu dan berpengaruh pada kualitas pertunjukan. Kini antara seni tari dan musik sebagai iringannya berkembang dengan pesat dalam bentuk yang beraneka ragam dan mengalami banyak penyempurnaan. Hal ini semakin menjadi bukti bahwa antara seni tari dan musik iringannya adalah satu kesatuan yang saling terkait serta merupakan pasangan sepanjang masa.

Sumber Pustaka

Djohan, Psikologi Musik, Buku Baik, Yogyakarta, 2003.
Edi Sedyawati, Pertumbuhan Seni Pertunjukan, Sinar Harapan, Jakarta, 1981.
Ferdinandus, PEJ, Alat Musik Jawa Kuno, Yayasan Mahardhika, Yogyakarta, 2003.
Haberman Martini dan Meisel Tobei, Dance: An Art In Academe, terjemahan Ben Suharto, Yogyakarta: Diterjemahkan dan distensil untuk kalangan Sendiri dalam Lingkungan ASTI Yogyakarta, 1981.
Hadigunawan, Wawasan Seni Musik, Widya Duta, Surakarta, 1988.
Hidajat, Robby. Menerobos Pembelajaran Tari Pendidikan, Banjar Seni Gantar Gumelar, Malang, 2005.
Kussudiardja, Bagong. Apresiasi Seni Tari, Padepokan Seni Bagong Kussudiardja, Yogyakarta, 1978.
Murgiyanto, Sal. Koreografi, Jakarta, Depdikbud, 1983.
Palgunadi, Bram. Serat Kandha Karawitan Jawi, Institut Teknologi Bandung, Bandung, 2002.
Poerwadarminta, Baoesastra Djawa, J. B. Wolters Uitgevers: Maatschappij N. V. Groningen, Batavia, 1937.
Robby Hidajat, Menerobos Pembelajaran Tari Pendidikan, Banjar Seni Gantar Gumelar, Malang, 2005.
Soedarso Sp., Tinjauan Seni, sebuah Pengantar Untuk Apresiasi Seni, Saku Dayar Sana, Yogyakarta, 1990.
_______, Trilogi Seni: Penciptaan, Eksistensi, Dan Kegunaan Seni, Institut Seni Indonesia Yogyakarta, Yogyakarta, 2006.
Soedarsono, Djawa Bali: Dua Pusat Perkembangan Dramatari Tradisional di Indonesia, Gadjah Mada University Press, 1972.
_______, Masa Gemilang dan Memudar Wayang Wong Gaya Yogyakarta, Tara-wang, Yogyakarta, 2000.
Soetrisno, Sejarah Karawitan, Akademi Seni Tari Yogyakarta,Yogyakarta, 1981.
Soerjadiningrat, Babad Lan Mekaring Djoged Djawi, Kolf Buning, Yog-yakarta, 1934.
Sutandyo, Kamus Istilah Karawitan, Wedatama Widya Sastra, Jakarta, 2002.
Sumarsam, Hayatan Gamelan, STSI Press, Surakarta, 2002.
Trustho, Kendang Dalam Tradisi Tari Jawa, STSI Press, Surakarta, 2005.

Leave a comment